MALAM PERTAMA DI BUI (153 MALAM -BAG.3-)


Sebelumnya... Welcome To Criminal (153 Malam-Bag.2)
____________________

Kondisi semakin parah, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Waktu berjalan tidak sesuai dengan apa yang ana inginkan. Ana tinggal menunggu detik-detik penghabisan…pasrah terhadap kejadian ini…tidak ada yang dapat menolong ana saat itu kecuali Allah Azza wa Jalla…akankah nasib ana akan seperti Kijang Baru itu yang terkapar kesakitan?

Adapun ust.FA seperti sudah diatas angin, dia telah berhasil memprovokasi para tahanan dengan fitnah-fitnahnya, sehingga para tahanan semakin membenci ana. Dia bahas segala perbedaan-perbedaan pemahaman dan amalan agar semakin memperkeruh suasana, selain itu juga dia sebarkan fitnah-fitnah terhadap pemahaman ana yang dituduh sebagai Wahhabi agar manusia menjauhi pemahaman tersebut dan menganggapnya sebagai pemahaman sesat dan menyesatkan. Ana masih banyak diam di hadapannya, karena bukan waktu yang tepat untuk berdebat dengannya saat ini. Padahal dia selalu memancing-mancing perdebatan agar kami saling berdebat dan disaksikan oleh seluruh tahanan, namun ana berusaha menghindari perdebatan dengannya dengan mengalihkan pembicaraan. Tapi tetap saja ust.FA tidak mau menyudahi orasinya.

Suasana di dalam tahanan semakin heboh oleh teriakan-teriakan penghuni tahanan. Terus terang ana merasa kasihan kepada para tahanan di dalam, mereka sangat awam terhadap agamanya sehingga mudah sekali dibodoh-bodohi dan diprovokasi oleh seseorang. Seandainya mereka dibimbing oleh seseorang yang bersih aqidahnya, maka betapa beruntungnya mereka, namun sayangnya mereka malah dibimbing oleh seseorang yang memusuhi sunnah dan banyak melakukan kebid'ahan, sehingga mereka malah semakin jauh dari agamanya.

Ana memperhatikan wajah-wajah mereka, semuanya terlihat marah dan tidak bersahabat. Ana berharap diantara mereka ada satu orang yang mau membela ana, atau mau memperlihatkan senyuman ke ana sebagai tanda persahabatan. Namun ana tidak menemukannya sama sekali. Ana menyangka telah salah masuk kamar. Atau berharap apa yang ana alami saat ini adalah mimpi, namun ana tidak mampu untuk terjaga dari mimpi ini. Akhirnya ana akui kalau kejadian ini adalah sebuah kenyataan yang harus ana hadapi. Ana pun menyadari bahwa ini adalah salah satu dari takdir yang telah Allah tetapkan untuk ana. Dan ana harus mampu melaluinya, walaupun hanya sendirian. Ana teringat sebuah kalimat yang berbunyi: "Hasbunallah wa ni'mal wakiil" (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung). Kata sahabat Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa “hasbunallah wa ni’mal wakiil” adalah perkataan Nabi ‘Ibrahim ‘alaihis salaam ketika beliau ingin dilempar di api. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kalimat tersebut dalam ayat,

إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (HR. Bukhari no. 4563).

Disaat kondisi semakin panas, tiba-tiba masuk seorang petugas lengkap dengan pakaian dinasnya ke dalam kamar tahanan. Petugas tersebut masuk karena ingin tahu apa yang sedang terjadi di dalam, sekaligus mengantisipasi dari hal-hal yang tidak diinginkan. Petugas itu menyaksikan apa yang sedang kami lakukan. Ana sedikit merasa lega akan kehadiran petugas tersebut, semoga dengan datangnya petugas tersebut keadaan menjadi kondusif, dan ana bisa terlindungi. Namun lagi-lagi keadaan tidak sesuai dengan yang ana harapkan. Apakah yang terjadi kemudian? Petugas tersebut malah mendukung ust.FA!!... Bahkan petugas tersebut ikut-ikutan mencela dan menyalahkan ana. Benar-benar ana semakin terpojokan di dalam kamar tahanan ini. Adapun ust.FA malah semakin senang karena mendapat dukungan dari petugas. Akhirnya ust.FA memanfaatkan kondisi seperti ini untuk mengajak debat dan menelanjangi pemikiran ana. Dalam perdebatan, ust.FA banyak mengeluarkan dalil-dalil yang dihafalnya, beliau pun fasih dalam berbahasa Arab, mahir dalam berceramah dan memiliki banyak massa. Keadaan seperti inilah yang akhirnya memaksa ana untuk ber'Tauriyah'. Tauriyah adalah keinginan seseorang dengan ucapannya yang berbeda dengan zhahir ucapannya. Hukumnya boleh dengan dua syarat: pertama, kata tersebut memberikan kemungkinan makna yang dimaksud. Kedua, bukan untuk perbuatan zhalim. Ana melakukan 'Tauriyah' ketika ust.FA bertanya ke ana, "Kamu dari golongan Islam yang mana?" Sebelum ana menjawab, ana berpikir terlebih dahulu, agar jawaban ana tidak semakin mencelakakan ana dan tidak menambah fitnah atas ana. Akhirnya ana pun menjawab, "Saya Muhammadiyah." Maksudnya adalah pengikut Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, dan bukan organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh KH.Ahmad Dahlan. Ana mengatakan bahwa ana adalah Muhammadiyah agar orang-orang memahami bahwa ana dari organisasi Muhammadiyah, suatu ormas yang diakui di negara ini dan tidak tergolong aliran sesat dalam perspektif mereka. Padahal yang ana maksud dari Muhammadiyah adalah pengikut Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, seperti halnya makna Salafiyah (pengikut Salafush Shalih), Syafi'iyyah (pengikut madzhab Imam Syafi'i), dan semisalnya.

Tauriyah seperti itu ana lakukan agar tidak menambah fitnah atas diri ana, yang mana kejadian itu disaksikan oleh orang-orang yang sangat awam dalam agama. Mereka hanya mengetahui bahwasanya Islam itu hanya ada dua, yaitu islam dari golongan NU (Nahdhatul Ulama) dan islam dari golongan Muhammadiyah, selain itu tidak ada atau sesat. Seandainya ana menjawab diluar itu, niscaya mereka akan semakin membenarkan perkataan ust.FA bahwasanya ana adalah dari golongan yang sesat. Inilah kenyataan yang terjadi, yang mana mereka masih sangat miskin ilmu, dan ana tidak mau mereka malah menjauhi ana karena menganggap ana sesat, sedangkan ana berusaha untuk mendekati mereka agar bisa mendakwahinya. Masalah tauriyah juga pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sebelum terjadinya perang Badar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ditemani Abu Bakar ash-Shiddiq melakukan patroli di seputar kamp militer pasukan Makkah, tiba-tiba beliau bertemu dengan seorang laki-laki tua dari bangsa Arab, beliau bertanya kepadanya tentang orang-orang Qauraisy, Muhammad dan para sahabatnya. Beliau sengaja bertanya tentang orang-orang Quraisy dan dirinya sendiri untuk mengantisipasi munculnya kecurigaan dari laki-laki tua ini. Laki-laki tua berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun kepada kalian berdua sebelum kalian mengatakan kepadaku dari kabilah mana kalian berdua.” Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Setelah bapak memberitahu kami maka kami akan memberitahu bapak.” Laki-laki tua menegaskan, “Begitu?” Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Ya.” Pak tua berkata, “Aku mendengar bahwa Muhammad dan para sahabatnya keluar pada hari ini dan itu, jika apa yang aku dengar ini benar maka dia dan para sahabatnya ada di tempat ini dan itu. –Tempat di mana Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya bermarkas-. Dan aku juga mendengar bahwa orang-orang Quraisy keluar pada hari ini dan itu, jika apa yang aku dengar ini benar, maka mereka hari ini berada di tempat ini dan itu. –Dia menyebutkan tempat di mana pasukan Makkah berada.” Setelah itu pak tua ini balik bertanya kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, “Dari kelompok mana kalian berdua?” Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Kami dari maa` (air).” Kemudian beliau meninggalkan pak tua yang bergumam, “Dari maa` apa? Apakah dari maa` (mata air) Irak?” Tauriyahnya terletak pada jawaban Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, “Kami dari maa`.” Kata ini berarti air dan penggunaannya dalam konteks ini untuk makna ini adalah penggunaan yang jauh tetapi inilah yang dimaksud oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, maksud beliau, kami dari maa` yakni kami manusia yang berasal-usul dari air (mani) bapak kami. Sementara laki-laki tua ini tidak memahami makna ini, dia memahami maa` adalah sebuah mata air atau suku di Irak. Padahal ini bukan yang dimaksud oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.

Semoga saja dengan tauriyah yang ana lakukan bisa menyelamatkan ana dari gangguan mereka dengan izin Allah. Alhamdulillah dengan menisbatkan kepada Muhammadiyah, ana lebih mudah menangkis dan membantah ucapan ust.FA. Ana katakan, jika Muhammadiyah itu sesat, niscaya Muhammadiyah sudah dilarang di negara ini, namun kenyataannya Muhammadiyah diakui di negara ini, bahkan banyak dari orang-orang Muhammadiyah yang duduk di MUI. Adapun masalah perbedaan-perbedaan kenapa harus diperbesarkan? (ana mencoba mencari senjata makan tuan). Ust.FA ada menyebutkan hadits "Perbedaan dikalangan umatku adalah rahmat" (adapun ini adalah hadits palsu), beliau memakai hadits tersebut untuk mencela ana karena suka membesar-besarkan masalah perbedaan tentang tawassul atau ziarah kubur, padahal dia sendiri juga membesar-besarkan masalah perbedaan yang ana lakukan, seperti menyalahkan ana yang tidak ikut berdzikir dan berdoa berjama'ah, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selain itu, kenapa hanya ana yang disalahkan karena tidak ikut berdzikir dan berdoa berjama'ah bersamanya, sedangkan orang-orang yang tidak ikut shalat maghrib berjama'ah bersamanya, bahkan tidak shalat sama sekali tidak disalahkan olehnya? Sebagian juga ada yang setelah shalat langsung pergi meninggalkan jama'ah, namun kenapa tidak disalahkan? Sedangkan ana disalahkan dan dicela hanya karena ana tidak ikut berdzikir dan berdoa bersamanya?!

Di akhir pembahasan ana mulai berargumen sesuai dengan logika mereka, agar mereka bisa memahami apa yang ana maksudkan. Mereka mulai mendengarkan penjelasan dari ana. Suasana sudah tidak seperti awal lagi, karena sudah mulai kondusif. Namun sayang, kejadian tersebut tiba-tiba terhenti oleh masuknya waktu Isya'. Tidak terasa satu jam sudah eksekusi yang membuat ana tegang. Ana pun bisa menghirup nafas kembali. Acara perdebatan pun berakhir dan orang-orang membubarkan diri, termasuk petugas itu. Sebagian dari mereka bersiap-siap untuk melaksanakan shalat Isya berjama'ah dengan memakai celana pendek dan baju seadanya, begitu juga dengan ana. Pemandangan yang belum pernah ana jumpai sebelumnya, shalat berjama'ah dengan celana pendek, bahkan banyak pula yang celananya sangat seksi yaitu terlihat paha atau auratnya. Shalat Isya itu adalah shalat ana yang kedua kalinya di bui. Dan yang mengimami jama'ah adalah ust.FA karena beliaulah imam rawatib disini.

Setelah kejadian tersebut, ana langsung dikenal dikalangan para tahanan. Setiap ana melewati seseorang, mereka menegur ana "Bang Abu", begitu juga sebaliknya. Ada juga yang memberi senyuman ke ana, bahkan banyak yang antusias untuk mengobrol dengan ana. Sebagian memanggil ana dengan sebutan 'Ustadz', tapi langsung ana cegah dan klarifikasi bahwa ana bukan ustadz. Wajah-wajah mereka mulai berubah tidak seperti sebelumnya, sekarang mulai terlihat bersahabat dan ramah. Mulailah saat itu kami saling berkenalan dan mencoba untuk berkawan. Malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi ana sekaligus malam pertama di bui, dan akan ana habiskan untuk menyesuaikan diri dengan para tahanan.

Setelah shalat Isya', jadwalnya kami untuk makan malam. Setiap makan kami berkumpul atau berjama'ah di kamar masing-masing. Penghuni kamar nomor tiga (kamar tempat ana tinggal) semuanya berkumpul tatkala makan. Kami membuat lingkaran dengan posisi duduk dilantai. Setelah itu makan malam pun dibagi-bagikan, masing-masing mendapat jatah satu box nasi lengkap dengan lauk dan sayurnya. Ana penasaran ingin tahu seperti apa makanan penjara itu, karena selama ini ana hanya mendengar dari kabar berita saja dan belum pernah melihatnya secara langsung. Dan sesaat lagi, ana akan melihat seperti apa makanan penjara itu...makanan yang belum pernah ana rasakan...makanan yang akan membuat ana terkejut melihatnya...


0 Response to "MALAM PERTAMA DI BUI (153 MALAM -BAG.3-)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel