Jangan Hanya Jadi Islam KTP
By: Muhammad Abduh Tuasikal
Ayat ini menerangkan -kata Ibnu
Katsir dalam kitab tafsirnya- perintah pada para hamba Allah yang beriman yang
membenarkan risalah Rasul-Nya untuk mengambil (mengamalkan) seluruh ajaran
Islam semampunya, termasuk menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap
larangan.
Jika kita masuk Islam atau sudah
menganut Islam sejak lama, maka prinsip yang harus dipegang adalah masuklah
Islam secara kesuluruhan, jangan hanya sekedar membawa status Islam di KTP,
shalat tidak pernah dijalani, juga masih terus melanggengkan tradisi syirik,
misalnya.
Allah Ta’ala memerintahkan kepada
kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah sebagaimana disebutkan dalam
ayat,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
(QS. Al Baqarah: 208).
Yang dimaksud ‘udkhulu fis
silmi’, masuklah dalam Islam. Demikian kata Al ‘Aufi dari Ibnu ‘Abbas dan
lainnya. Sedangkan Robi’ bin Anas katakan bahwa maksudnya adalah laksanakanlah
ketaatan.
Adapun maksud ‘kaaffah’ dalam
ayat tersebut -sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan selainnya-‘ adalah
keseluruhan. Mujahid mengatakan, “Lakukanlah seluruh amalan dan berbagai bentuk
kebajikan.” Ibnu Katsir menegaskan bahwa maknanya adalah lakukan seluruh ajaran
Islam, yaitu berbagai cabang iman dan berbagai macam syari’at Islam.
Ibnu ‘Abbas juga mengatakan
mengenai ayat tersebut,
ادخلوا
في شرائع دين محمد
صلى الله عليه وسلم
ولا تَدَعَوا منها شيئًا وحسبكم
بالإيمان بالتوراة وما فيها.
“Masuklah dalam syai’at Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, jangan tinggalkan ajarannya sedikit
pun, maka itu sudah mencukupkan kalian dari Taurat dan ajaran di dalamnya.”
‘Ikrimah mengatakan bahwa ayat di
atas itu turun pada segolongan orang yang baru masuk Islam dari kalangan Yahudi
dan lainnya. Mereka adalah seperti ‘Abdullah bin Salaam, Tsa’labah, Asad bin
‘Ubaid di mana mereka meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk dibolehkan membaca taurat di malam hari, maka Allah memerintahkan
untuk menyibukkan diri dalam menjalankan syari’at Islam saja sehingga bisa
melupakan ajaran yang lainnya. Keterangan ini dan sebelumnya disarikan dari
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir mengenai tafsir ayat yang kita
kaji.
Ketika menjelaskan ayat di atas,
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Laksanakanlah
seluruh ajaran Islam, jangan tinggalkan ajaran Islam yang ada. Jangan sampai
menjadikan hawa nafsu sebagai tuan yang dituruti. Artinya, jika suatu ajaran
bersesuaian dengan hawa nafsu, barulah dilaksanakan dan jika tidak, maka ditinggalkan,.
Yang mesti dilakukan adalah hawa nafsu yang tunduk pada ajaran syari’at dan
melakukan ajaran kebaikan sesuai kemampuan. Jika tidak mampu menggapai kebaikan
tersebut, maka dengan niatan saja sudah bisa mendapatkan pahala kebaikan.”
Lihat Taisir Al Karimir Rahman karya Syaikh As Sa’di tentang tafsiran ayat di
atas.
Pelajaran dari ayat di atas, jika
syari’at Islam memerintahkan untuk meninggalkan ajaran dan tradisi syirik, maka
kita sami’na wa atho’na. Jangan karena alasan mempertahankan budaya, akhirnya
tradisi yang dimurkai Allah tersebut terus dilariskan, seperti kita lihat saat
ini masih saja laris manis tradisi ruwatan, sedekah laut, minta keberkahan
dengan menggantung jimat dan lainnya yang dijalankan oleh orang yang ‘ngaku
Islam’. Jika Islam memerintahkan untuk melaksanakan ibadah badan yang mulia
seperti shalat dan zakat, maka kita terus berusaha menjaganya. Jika ajaran
Islam memerintahkan kita bersedekah yang wajib dengan harta kita, maka kita pun
manut dan menjalankannya, tanpa ada rasa kikir dan pelit.
Juga ketika Islam memerintahkan
beribadah harus sesuai dengan tuntunan Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam-,
maka ikutilah, jangan membuat ajaran yang tidak ada tuntunan, atau malah sering
berdalil, "Yang penting niatannya baik". Padahal yang baik menurut
kita belum tentu baik menurut Allah dan Rasul-Nya. Jadi berprinsiplah dalam
beribadah harus dengan 'dalil'.
Begitu pula ketika ajaran Islam
memerintahkan untuk berlepas diri dari ajaran orang kafir yang berkaitan dengan
perayaan mereka, maka kita pun tidak boleh menghadiri, memeriahkan atau sekedar
mengucapkan selamat. Oleh karenanya, jangan jadi Islam yang separuh-paruh,
alias Islam KTP. Jadilah Islam yang kaaffah, yang menjalankan seluruh syari’at
Islam.
Selengkapnya di Rumaysho.com:
0 Response to "Jangan Hanya Jadi Islam KTP"
Post a Comment