Catatan Akhir Pekan


Sabtu, 30 Januari 2010
Pagi ini sungguh terasa pelupuk mata ini enggan tuk terbuka. Namun, kucoba tuk menyakinkan diriku bahwa kesempatan itu tidak akan datang tuk kedua kalinya. Atau yang lebih tepatnya, menggunakan kesempatan yang sudah di depan mata jangan sampai hilang sia sia. Itulah yang terjadi di pagi ini, di saat aku tidak ada acara, punya motor yang siap ku”gheber” ke mana-mana, dan badan yang sehat wal al fiat akan kulawan rasa kemalasan ini. Kemalasan yang selalu menjadi penyakit kronisku ketika berhadapan pada suatu hal yang rutinitas. Entah kenapa diriku ini selalu cepat merasa bosan ketika melakukan kegiatan klerikal.
Kali ini akan kulawan, dan untungnya ada temen yang mau menemani, jadi ada sedikit suntikan energy untuk aktivitas pagi ini. So, segera kulakukan persiapan, mulai dari sarapan pagi yang kali ini kupercayakan pada pak gino warung wonogiri, masakannya lumayan enak, dan tau gorengnya itu kesukaanku  tidak pernah ketinggalan, sampai dengan mandi dan menyiapkan bekal. Pagi ini aku akan mengikuti kajian rutin yang sudah empat tahun yang lalu aku tekuni, sejak tingkat satu, beberapa kesempatan aku ke krukut Jakarta barat mengikuti kajian Hadist Shohih Bukhory oleh Ustad Abdul Hakim bin Amir Abdat. Sedikit flash back, ketika aku dulu tingkat satu, banyak temen yang ikut kajian ke krukut tepatnya kakak tingkat. Kita biasanya berangkat bareng naik kereta, dari Stasiun Pondok Ranji turun di Stasiun Tanah Abang.

Walau bergumul dengan penumpang lain (bisa kebayangkan naik kereta ekonomi yang penuh sesak) tetapi kita tetep semangat dan justru itu adalah kenikmatan tersendiri berkereta. Disamping cepat sampai karena anti macet, naik kreta tergolong murah, kuingat, dari empat tahun yang lalu, harga tiket tidak berubah, cukup dengan 1.500 rupiah sudah sampai ke Tanah Abang,dan  tinggal naik angkot jurusan kota sekali sampailah ke krukut.
Tentu sekarang tidak lagi berkereta ria, suprax siap menghantarkanku melewati riuknya ibukota. Untungnya, walaupun aku berangkat agak siang jalanan tidak terlalu macet sehingga tanpa kesusahan bisa sampai tempat kajian dengan segera. Sudah telat tentunya,sudah melewati beberapa hadits, namun tidak mengapa, kata orang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali (semoga tidak dikira sebuah justifikasi).
Setelah memakai sarung dan baju koko (gk mungkinkan naik motor di jalanan ibukota sarungan ?) segera kumengambil tempat kosong tuk solat tahiyyatul masjid. Ramai juga pagi ini, masjid penuh dan hanya menyisakan sedikit ruang yang itupun di belakang. Hehe… sengaja sih, akhir-akhir ini memang lebih suka duduk dibelakang, bisa sedkit relaks dengan bersandar di tembok. Padahal dulu aku hobi di depan, lebih konsentrasi ke bahan yang disampaikan, fokus dan semangat. Memang ada benarnya kata Wak Rhoma, “masa muda masa yang berapi api”. Bukan berarti sekarang aku sudah tua lho..
Kajian rupanya masih membahas hadits-hadits yang berkenaan dengan tafsir Al quran. Berkenaan  dengan kejadian-kejadian saat turunnya Al Quran, yang dalam istilah umumnya disebut “asbabul nuzul”.  Karena tidak datang di awal waktu maka aku tidak tau surat dan ayat apa yang saat ini sedang dibahas, namun aku masih ingat benar tentang apa yang disampaikan Ustad Hakim pagi ini. Sebetulnya aku tidak begitu suka dengan tema yang satu ini, menurutku belum saatnya untuk mempelajarinya. Belum cukup umur kata orang..hehe..
Yach…tema pagi ini adalah hal yang berhubungan dengan rumah tangga, kaitannya dalam kehidupan antara suami dan istri. Jadi, benarkan alasan aku untuk tidak menyukai tema yang satu ini?
Walaupun tidak menyukainya, toh tidak mengurangi antusiasku untuk mendengarkan materi kajian. Kali ini berbicara tentang hadits yang berkaitan dengan “li’an”, saling melaknat antara suami dan istri. Dalam tulisanku ini tidak akan menuliskan rincian hadits tersebut. Aku hanya ingin menulis apa yang aku ingat saja. Kalau ingin mengetahui haditsnya, silahkan dibuka Shohih Bukhory Kitab Tafsir Alquran,kalau mengenai babnya maaf aku lupa.
Apa yang disampaikan Ustad Hakim kira-kira begini, bahwa dalam kehidupan para salaf lebih khusus para sahabat, tidaklah lepas dari adanya kesalahan. Para sahabat berjalan selayaknya manusia pada umumnya yang tidak pernah lepas dari dosa. Yang membedakan antara umat islam sekarang dengan para salaf adalah sebagai berikut pertama, kesalahan yang dilakukan mereka tidaklah merata, hanya segelintir orang saja. Kedua, Kesalahan itu tidak terjadi secara terus menerus dan berkepanjangan. Itu disebabkan karena mereka para sahabat apabila salah bersegera untuk bertaubat, jauh dibandingkan dengan zaman sekarang yang orang suka menunda taubatnya. Misalnya, ketika seorang wanita dinasihatkan untuk memakai jilbab, sebagian wanita tersebut menundanya dengan berkata “saya belum mendapat hidayah”. (kalimat terakhir itu tambahan dariku)
Dalam kasus ini, diberitakan kehidupan rumah tangga salah seorang sahabat yang diselimuti drama perselingkuhan istrinya. Sahabat tersebut melaporkan kasus tersebut kepada Rosullulloh, namun ketika ditanyakan apakah ada empat orang saksi, sahabat tersebut tidak dapat menunjukkan saksi. Maka, Rosululloh member pilihan, mencabut tuduhan atau melanjutkan tuduhan dengan konsekuensi dikenai hukuman dera. Sahabat tersebut kemudian bersumpah bahwa akan turun ayat untuk menjawab kasus tersebut. Maka turunlah ayat mengenai li’an, dimana antara suami dan istri salih melaknat satu dengan yang lainnya.
Ustad menekankan bahwa itulah istimewanya agama islam, mengatur segala hajad hidup manusia. Bahkan dalam masalah rumah tangga, yang tidak pernah lepas dari permasalahan, islam mengaturnya. Solusi yang islam tawarkan tidak dimiliki oleh agama manapun. Inilah salah satu yang menunjukkan kebenaran islam, dan bahwa bukan islam yang butuh terhadap manusia, tetapi manusialah yang membutuhkan islam.
Lebih lanjut, Ustad menyampaikan bahwa dalam kehidupan rumah tangga suami dan istri harus saling melengkapi satu dengan yang lain. Antara keduanyapun harus bisa menjaga aib pasangannya, jangan sampai diceritakan kepada orang lain. Cukuplah hanya keduanya yang tau. Kemudian, beliau menegaskan bahwa janganlah berharap terlalu tinggi terhadap pasangan. Selama masih melaksanakan yang wajib-wajib, menjauhi yang diharomkan, sudah cukuplah itu.
Itulah kurang lebih garis besar apa yang dibahas pada pagi hari ini. Aku menuliskannya secara maknawi bukan lafadz per lafadz, karena rapuhnya hafalanku. Sebenarnya masih banyak yang beliau jelaskan, namun kukira itu akan memakan waktu untuk aku menulis. Dan memang tulisanku ini bukan untuk menguraikan kembali apa isi kajian, aku hanya mencuplikkan sebagiannya saja.
Tidak lupa, setelah Ustad menutup kajiannya, aku sempatkan untuk bercengkrama dengan kawan lamaku. Sebetulnya mereka penempatan Jakarta, namun karena sudah tidak tinggal di bintaro lagi, jadi kita jarang ketemu. Ada dua temen lamaku yang kebetulan ketemu pagi ini, andri yulianto temenku waktu tingkat satu dan Erwin yang penempatan BPK. Alhamdulillah, walaupun sudah pada kerja, mereka tidak larut dalam kesibukan dan masih bisa menyempatkan diri untuk menuntut ilmu dengan rutin menghadiri kajian kajian. Semoga kita semua selalu diberikan keistiqomahan oleh-Nya.. Amiiiinnn.
Tidak seperti biasanya, kali ini aku tidak menyempatkan melihat lihat buku yang ditawarkan di depan masjid. Aku langsung mencari suprax dan bergegas pulang. Masih pukul 11.25, kupikir bisa mengejar dhuhur di bintaro. Dan Alhamdulillah, jalanan ibukota begitu bersahabat, cukup lenggang, dan kularikan kencang kencang motorku. Asyik juga, kalau Jakarta selalu begini, tidak macet, bisa panjang umur hidup di Jakarta.
Alhamdullillah akhirnya sampai juga di Bintaro ketika adzan dhuhur berkumandang dan kupikir cukup sampai di sini dulu ceritaku…. Kapan kapan lagi akan kuteruskan …
To be continued..
31.01.2010 10:46 PM

0 Response to "Catatan Akhir Pekan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel