7 Tahun Menanti Buah Hati, Chapter 3

Kami memulai treatment di dr.Eriana Melinawati sekitar awal tahun 2014. Tahap awal treatment hampir sama dengan sp.OG lain, tetapi bertambah seiring berjalannya waktu. Enam bulan pertama saya harus diet karbo, gula, minyak, dan sejenisnya (minimal menghilangkan 10% dari BB) dibarengi olah raga teratur, terutama anggota gerak bagian bawah. Obat yang diberikan masih sama, tujuannya membuat haid teratur. Kenapa sih haid harus teratur? Yaelah gaes,,kek lupa pelajaran biologi aje,,hihi. Saya kemudian diminta melakukan HSG dan cek beberapa hormon ke laboratorium klinik yang sudah dikenal khalayak ramai, yak merknya Prodia. Suami diminta melakukan analisis sperma, waktu itu masih bisa dilakukan di klinik sekar (lumayan ekonomis dibanding di lab.klinik swasta).

Kenapa kok harus analisis sperma, HSG, dan cek hormon reproduksi? Demi keakuratan gaes,,biar diagnosa yang ditegakkan mendekati kebenaran. Dokter juga manusia biasa, butuh data untuk menyimpulkan suatu penyakit. Analisis sperma dilakukan untuk melihat kesuburan sperma suami dari indikator jumlah, bentuk, gerak, dan indikator lain. Banyaknya jumlah sperma bukan satu-satunya indikasi kesuburan seorang suami ya kawans, harus dibarengi dengan kenormalan indikator lain. Ada beberapa kasus, bentuk sperma ternyata memiliki kelainan misalnya ekor spermanya pendek. Ada juga sperma yang geraknya tidak sesuai pakem..wkwk lambat kek jalannya orang yang lagi kelaparan. Sepanjang yang saya ketahui, sperma jumlahnya harus banyak, bentuknya seperti kecebong ada ekornya panjang, geraknya harus lurus dan aktif. Kalau ada ketidaknormalan dari sekian indikator tersebut, mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya infertil pada suami.

HSG atau histerosalpingografi (menurut bahasa saya) adalah rongsen untuk mengetahui kondisi rahim dan organ yang berhubungan dengannya, yaitu tuba falopi (saluran telur). Rongsen pada umumnya tinggal berbaring, cekrek, selesai. Nah ini rada unik prosedurnya. SOP nya rada menyakitkan bagi istri, horor. Saya menganggapnya sebagai prosedur yang tidak akan mau saya ulangi lagi di lain hari insayaa allah. Pernah sharing dengan sesama penyintas PCOS, rata-rata pada ga kuat menghadapi efek HSG, ada yang pingsan, kesakitan, mules, nyeri ulu hati, dan sejenisnya. Bahkan ada teman yang sampai dibius total,,wkwk,,segitunyaa. Tetapi ada juga yang tidak merasakan kesakitan, berbahagialah istri seperti mereka.  Prosedur lengkap HSG bisa Anda googling karena bikin ngilu kalau diceritakan. Hasil HSG akan menunjukkan kondisi rahim dan tuba falopi, tetapi kalau saya amati, lebih ke menegaskan kondisi tuba falopi sih. Kondisi rahim saya kira sudah bisa terlihat saat USG transvagina. Harapan dari hasil HSG adalah lancarnya aliran tuba falopi sehingga tertulis hasil patent pada surat pemeriksaan. Akan tetapi, tidak sedikit istri yang mendapatkan hasil nonpatent alias tersumbat, artinya perjalanan sperma menuju ovum terganggu. Terganggunya pertemuan sperma dan ovum tentu berimbas terhadap proses pembuahan ya kawans,,kalau pembuahan sulit,,kemungkinan besar sulit terjadi kehamilan alami.

Cek hormon wajib ‘ain dilakukan juga gaes. Seperti yang sudah saya ceritakan di chapter sebelumnya, ketidaknormalan hormon sangat berpengaruh terhadap kondisi manusia. 
Seingat saya, hormon yang dr.Eriana tulis untuk dicek adalah AMH, prolactin, testosteron, dan FSH. Detail fungsi dan keterkaitan antarhormon tersebut bisa ditanyakan ke ahlinya ya. Hasil pemeriksaan hormon saya agak mengecewakan,hihi,,karena mayoritas tidak normal. Yang paling mencengangkan adalah angka hormon testosteron. FYI, cek hormon ini agak mahal karena tidak ada sistem paketan kaya kuota..wkwk, sedikit tips dari saya:

Setelah memilih beberapa lab.klinik yang teruji keakuratannya, ada baiknya bandingkan dulu tarif pemeriksaan per hormonnya. Adakalanya di lab.klinik X, pemeriksaan untuk hormon A dan B lebih murah dibandingkan dengan lab.klinik lain, atau justru sebaliknya. Tinggal diakumulasi lalu pilih mana yang lebih ekonomis, kalau mau berhemat,,,hihi.

Setelah hasil cek hormon, HSG, dan analisis sperma diperoleh, bertambahlah treatment yang harus saya jalani. Oleh karena hormon acak adul, ditambahlah obat2an oral yang harus saya konsumsi. Berjalan kurang lebih 1 tahun. Awal 2015 kalau tidak salah, karena hamil alami belum didapat juga, direncanakanlah usaha hamil tidak alami alias hamil buatan..wkwk..hamil kok dibuat-buat. Pilihannya ada 2, inseminasi atau bayi tabung. Kalau boleh saya alih bahasakan,,inseminasi adalah program hamil buatan untuk golongan ekonomi hemat atau menengah, sedangkan bayi tabung adalah program hamil buatan untuk kalangan sultan..wkwk. Yak, sudah bisa ditebak saya masuk golongan yang mana ya…

Alhamdulillah saya termasuk golongan hemat,,sehingga dipilihlah inseminasi sebagai usaha lanjutan. Syarat inseminasi ada 2 ya gaes, sperma suami secara umum berada pada level memadai dan tuba falopi istri dalam kondisi patent. Bagi sebagian orang, inseminasi disebut juga sebagai kawin suntik. Pernah lihat kawin suntik pada sapi? Prosesnya ada kesamaan, tetapi prosedurnya berbeda. Kok bisa? Yaiyalah..sapi kan beda ama istri..zzztttt..gejee. Meski sapi dan istri sama-sama berjenis betina, tetep aja ga akan pernah benar-benar sama.
Berikut perbedaan antara inseminasi si sapi dan inseminasi si istri (versi saya).

  1. Inseminasi pada si sapi tidak harus dilakukan oleh dokter hewan, cukup sama pak mantri, sedangkan inseminasi pada si istri harus dilakukan oleh dokter ahli (sp.og k fer berikut jajarannya), tidak bisa dilakukan oleh dokter gigi, apalagi bu mantri.
  2. Si sapi tidak harus dimintai izin saat mau diinsem, bahkan sperma dari sapi jantan berjenis apa aja dia ga perlu tahu, terserah pada pak mantri dan pemilik sapi. Sebaliknya, insem untuk si istri harus rinci, sperma yang disuntikkan haruslah milik suami sendiri. Perlu berkas-berkas legal sebelum dilakukan inseminasi pada si istri misalnya buku nikah, KTP istri, KTP suami, surat persetujuan tindakan, dan sejenisnya.
  3. Tidak ada prosedur khusus bagi si sapi sebelum, selama, dan sesudah insem. Sementara insem untuk si istri, ada prosedur dan alat-alat khusus yang diperlukan selama proses berlangsung.
  4. Inseminasi pada si sapi langsung dilakukan ketika sapi menunjukkan tanda-tanda ingin dibuahi. Sebaliknya, inseminasi pada istri harus dilakukan step by step. Mulai dari suntik hormon, kontrol perkembangan ovum, suntik pecah ovum, kemudian tindakan inseminasi.
Gimana, udah terlihat kan beda antara sapi dan istri? hihihi

Sebelum inseminasi pada istri dimulai, dokter akan memperkirakan masa-masa ovulasi untuk menambah peluang terjadinya kehamilan. Istri juga dibekali suntikan hormon yang harus diinjeksi sesuai jadwal yang sudah diberikan, tidak boleh meleset dari jadwal. Injeksi yang diberikan kepada saya merknya menopure, berbentuk seperti tablet, harus disimpan dengan ice gel jika berada di suhu ruangan, sebelum disuntikkan harus dicairkan dengan cairan khusus, ntah apa namanya, lupa. Disuntikkan tepat dibawah pusar, dilapisan kulit (subkutan), hampir sama seperti suntik insulin. Menopure berguna untuk memacu pertumbuhan ovum dari segi jumlah dan diameternya. Makin besar diameter dan semakin banyak ovum yang berkembang, peluang keberhasilan inseminasi akan bertambah. Umumnya, peluang keberhasilan kehamilan melalui inseminasi berkisar 15-20%.

Saat kontrol untuk melihat ukuran ovum, taqdir berkata lain, ternyata udah pecah duluan ovumnya. Sisi baiknya, saya tidak harus mengeluarkan uang untuk suntik pecah telur…yeeee. Sisi buruknya, kurang bisa diperkirakan kondisi ovumnya, alias bisa dikatakan meleset dari perkiraan. Kenapa disebut meleset? Semua step terjadwal, urut, dan terkontrol bahkan sampai dengan hitungan jam. Jika meleset salah 1 nya, ada kemungkinan berpengaruh terhadap hasil insem. Si ovum yang seharusnya disuntik dulu biar pecah dan biar bisa diperhitungkan posisi dan kondisi, eh malah lepas duluan,,hihi. Setelah mendapat penjelasan dokter prosedur tetap berlanjut meski saya mulai sedikit ragu dengan keberhasilan insem. Hari H insem pun tiba, hampir sama dengan prosedur HSG, ada sedikit kendala karena saya tegang, sampai dokter pun ikut tegang katanya,,wkwk. Prosedur selesai, diminta istirahat 30 menit di ruang tindakan. Keesokan harinya saya bekerja seperti biasa karena kata dokter, inseminasi sebenarnya sama dengan hubungan alamiah suami istri. 15 hari setelah inseminasi adalah waktu yang tepat untuk mulai melakukan tes kehamilan, hanya saja karena saya haus akan informasi alias kepo akut, di hari ke 10 saya sudah mulai melakukannya. Hasilnya tetep 1 garis sampai periode menstruasi berikutnya. Artinya apa? Gagal hamil..hihihi. Sedih rasanya, tapi masih bisa ditahan karena ngeliat tumpukan kerjaan,,wkwk.

Ternyata, belakang hari pak suami baru cerita kalau perawat di ruang tindakan sempat berpesan, banyakin doa, karena biasanya insem butuh beberapa kali diulang agar berhasil. Biasanya 2-3 kali baru bisa berhasil, anggap saja yang pertama merupakan pembuka jalan. Setelah meresapi pesan tersebut, saya mulai menerima kegagalan. Kontrol ke dr.Eriana tetap saya lakukan sampai pada akhirnya ada diagnosa beliau yang membuat saya seakan hancur, ga ada harapan,,,eakk. Beneran itu gaes, saat itu saya ngrasa kaya udah ga ada harapan untuk memliki anak. Kurang lebih begini isinya. Setelah berbagai treatment yang saya lalui, nampaknya memang tidak ada yang secara signifikan memperbaiki masalah yang saya alami. Semua obat yang diberikan ke saya, tidak direspon dengan baik oleh tubuh. Sampai dokter membuat perumpamaan, kedua telapak tangan yang harusnya bisa mendekat kemudian bertepuk, eh, malah menjauh, saling menolak. Semua obat oral yang saya konsumsi dinyatakan gagal mengobati. Menurut dokter jalan keluar satu-satunya hanya melalui suntik hormon teratur. Wanita mana yang tidak sedih hatinya saat divonis seperti itu..duh,,wkwk. Sedihnya karena 2 hal ya gaes, suntik hormon harganya mahal dan bakalan signifikan nambah BB..gubraaaak..

On the other hand, pada saat itu saya semakin sering izin meninggalkan kantor dan kerjaan gaes, makin banyak absen karena program kehamilannya bertambah kompleks. Lambat laun saya berpikir untuk mengorbankan salah satunya, ntah pekerjaan yang mulai saya sukai atau program kehamilan yang mulai saya lakoni. Feeling saya mengatakan meski saya mulai menyukai pekerjaan saya, nyatanya sebagian besar pikiran dan tenaga saya terkuras untuk menyelesaikan pekerjaan. Istilahnya saya pengen bilang hayati lelah, kurang relaksasi, kurang liburan, hampir tidak ada waktu untuk hibernasi..wkwk. Akhirnya, saya memilih meninggalkan gelar sebagai buruh harian dengan harapan bisa berhasil melakukan progam kehamilan.

Chapter kali ini lumanyun panjang yes,,hihi. Insya allah satu atau dua chapter lagi cerita ini akan selesai. Sampai bertemu di akhir kisah...........


0 Response to "7 Tahun Menanti Buah Hati, Chapter 3"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel