7 Tahun Menanti Buah Hati, Chapter 4
Chapter
terakhir ini akan lebih panjang dari chapter-chapter sebelumnya. Banyak drama
dan air mata meski tak seromantis dan dramatis cerita film korea..helehh..
Yok
cusss
Setelah
merenung, memikirkan, dan menimbang berbagai hal, akhirnya pada Oktober 2015
saya resmi resign dan menanggalkan gelar sebagai buruh harian. Sebetulnya saya
bukan pada fase depresi atau putus asa bertaraf lebay saat memutuskan hal
tersebut, tetapi jika terkesan seperti itu, ya sah-sah saja. Tekanan deadline
pekerjaan, kecapekan fisik dan psikis, serta kegagalan program kehamilan
kemarin menimbulkan dugaan pribadi bahwa mungkin saya sebenarnya terlalu lelah,
saya cenderung perfeksionis dan all out dalam bekerja (meskipun hasilnya
ntah,,wkwk), dan saya tidak bisa santuuyy menjalani beberapa tugas dalam waktu
yang bersamaan dan sempit (a.k.a grusa-grusu).
Murni
menjadi istri rumah tangga ternyata membuat saya agak nglangut karena tidak
terbiasa main ke rumah tetangga, tidak punya temen ngobrol, daan tidak ada
korban yang bisa diusilin seperti di kantor,,wkwk. Hampir 5-6 bulan saya vakum
tidak melanjutkan treatment di dr.Eriana karena saya sengaja ingin refresh,
detoksifikasi diri dari hal yang negatif, dan berusaha positif thinking jika
ingin memulai lagi. Setelah semua siap, saya dan suami mulai lagi treatment di
SP.OG K.Fer yang berbeda. Loh, kok ga nerusin ke dr.Eriana? hmm,, saya waktu
itu berpikir mungkin belum berjodoh dengan dr.Eriana, akhirnya kami sepakat
ganti dokter lagi, lagi, dan lagi,,hihihihi. Ajegilee,,ini paragraph mo
nyritain program..ape curcol keblabasen??
***Btw,
saya mau sedikit memberi saran ya kawan. Terkadang kata hati (selama bukan
keharaman dan keburukan) ada baiknya kita turuti. Satu contoh dari saya. Dulu,
saat masih treatment di dr.Eriana, ntah kenapa sewaktu menunggu giliran
pemeriksaan, saya melihat satu dokter wanita selain dr.Eriana dan tiba-tiba
hati saya kek ada something yang ga bisa dijelaskan dengan logika (hidup ini, kadang-kadang
ga pake logika kata sanes monika KW dua). Pembawaannya sederhana gitu, make up
nya juga tidak menonjol, kalem (sama kaya saya..hihi). Setelah berbincang
dengan pasien lain ternyata namanya dr.Eno. FYI gaes, di klinik Sekar waktu
itu, SP.OG k.fer nya setahu saya ada 3 dokter wanita dan beberapa dokter
laki-laki. Saya tidak begitu tahu dokter laki-laki kecuali dr.Glondong
(senior). Oleh karena dr.Prita merujuk saya ke dr.Eriana, jadi waktu itu saya
tahunya cuma ada dr.Eriana sebagai satu-satunya dokter wanita. Saya penasaran
dengan dr.Eno dan ternyata Alloh buka jalan…jeng jeng jenggg. Beliau berdomisili
di Klaten,,daaan,,taraa,,,pernah ketemu suami daaannnnnn sekaligus pernah jadi WP
nya pak suami.. maasya allah, ada aja cocoklogi waktu itu. Dan pada akhirnya
Allah memberi kami anak kembar lewat bantuan dr.Uki gaes. Yak begitulah kata
hati bermain, kadang saya menyebutnya sebagai firasat dan kode dari Allah.***
Balik
ke point utama ya, biar cerita kembali urut
Yak, akhirnya
kami memilih mencoba peruntungan di dr.Uki Retno Budihastuti, Sp.OG K Fer,
tepatnya di klinik Barokah, dekat SMA Muh 1 Klaten. Oleh karena ganti dokter,
otomatis treatment dimulai dari awal lagi gaes, kecuali tes HSG. Bulan pertama,
fokusnya adalah menertibkan si haid,, lagi, dan lagiii,,wkwk. Lagian bandel
amat sih, ditertibkan bertahun-tahun, ehh, balik lagi balik lagi..apa perlu
satpol PP yang nertibin? Wkwk geje. Bermodal kenal dengan pak suami, keleluasaan konsul dengan dr.Uki sangat saya
rasakan, konsul jadi lebih lama, lebih detail, dan lebih enjoy sehingga
tarifnya pun dibuat berbeda,,lebih mahal dari pasien lain,,hahahaa. Kami
ceritakan lengkap apa yang sudah kami lakukan di dokter-dokter sebelumnya.
Bahkan, andaikata ingin melihat secara detail rekam medis saya, beliau tinggal
minjam data ke dr.Eriana..hihi. Target bulan pertama tercapai, mens teratur.
Konsul di bulan
kedua, saya kira masih akan ditertibkan haidnya, ternyata tidak. Tanpa
basa-basi tiba-tiba dr.Uki “menantang” kami untuk insem lagi. Saya sempat kelabakan,
kaget, kok cepet banget memutuskan untuk insem lagi, padahal konsul sebelumnya masih
merencanakan untuk melanjutkan obat. Dr.Uki bilang, tujuan akhir program kami
hanya 2, insem (lagi) atau bayi tabung, tidak perlu bertele-tele (saya suka
gayanya saat itu, thas thes, gek ndang wani opo ra) . Kami akhirnya
mengiyakan,, mau gimana lagi,, udah ngikut dokter aja, beliau yang lebih ahli.
Bulan ketiga,
setelah haid, insem dilakukan. Drama dimulai...saya kira insem kali ini bakal
selancar dan semurah insem sebelumnya, 2x suntik menopur saja,, udah gitu. Ternyataa,,,
subhanallah.. setelah suntikan menopur ke 2, dinyatakan ovum baru berukuran 8-9
mm, umumnya diperoleh ukuran 11 mm. Saat itu saya sudah mulai sedih, kegagalan
mulai membayangi, USG jadi lebih lama saking dr.Uki kesulitan nyari itu telur
(ngumpet di mana siiih) Nyampe rumah udah oling nih, syok berat,, berasa
hmmm... qodarullah,, alhamdulillah ‘ala kulli hal (FYI, 1x suntik menopur 650rb
waktu itu).
Diputuskan
nambah lagi 6 suntikan, 1 suntikan per hari. Tiap 2 hari sekali diminta kontrol
ngeliat ovum. Kebayang beban saya waktu itu,, kasian suami ba'da ashar harus
izin bosnya untuk njemput saya, balik kantor lagi buat absen, nungguin dokter
yg hampir jam 9 malam baru datang.. dan harus 2 hari sekali.. hmmm. Meski
bosnya mengizinkan, temannya juga g masalah, tapi bagi saya pekerjaan adalah
amanah, kontrak dengan Allah, kontrak dengan pemberi kerja, ya meskipun suami
akan ngrapel pekerjaannya di waktu lain. Dan ini saya anggap sebagai salah satu
kemudahan dari Allah.
Kok dr.Uki malam
banget baru datang? Ya begitulah dokter gaess, sibuk, kadang banyak operasi di
RS Moewardi dan RSI Klaten yg harus beliau ditangani. Mundur 1 jadwal aja.. semuanya
bakal kena imbasnya..haha. Pernah suatu kali saya nyampe rumah hampir jam 12
malam., keren dah.. berasa capek, apalagi dokternya ya, capeknya kek apa... maasya
allah.
Suntikan ke 4,
masih 11 mm,, normalnya 14 mm,,, semakin, semakin, dan semakin hopeless..
Dokter mulai menegaskan jika memang tahap stimulasi ovum gagal, IUI tidak akan
dilanjutkan, sia-sia, kasian pasiennya. Mendengar hal itu, berasa kek udah
pasrah ma kehendak Allah tanpa berani berharap lebih..hiks. Suntikan ke 6,, ovum
di ovarium kanan baru 14,5 mm, sedangkan ovarium kiri dinyatakan tidak respon terhadap
gonal f yg disuntikkan,, karena ukuran ovum hanya 12 mm. (Kok suntikannya
berubah dari Menopure ke Gonal F? saya ga tau gaes, mungkin sesuai stok, itupun
Gonal F harus inden dulu 2-3 harian di apoteknya. Hanya berbeda merk dan harga,
fungsinya sama)
Udah,, alhamdulillah
‘ala kulli hal, ya sudah kalo memang Allah menakdirkan demikian pasti ini yang
terbaik. Diinfokan oleh dr.Uki bahwa batas minim ovum agar bisa dilanjutkan IUI
adalah sekitar 18 mm, sedangkn sudah suntikan ke 6 ovum saya baru berukuran 14,5
mm. Yess.. kami sudah pada tahap pasrah, merelakan.. mencoba untuk tetap waras,
ikhlas, dan happy,, hihi.
Di saat-saat
krusial seperti ini, jangan pernah melepaskan doa ya gaes, jangan pernah
meninggalkan sodaqoh, istighfar, selalu menjaga ibadah wajib, menambah dengan
yang sunnah, memaafkan kedholiman orang lain, dan menjaga hak orang lain. Boleh
jadi Allah menghendaki itu semua menjadi “alasan Allah” untuk mengabulkan doa
kita. The power of believing in God, the miracle of giving. Saya mengalami
sendiri, untuk kondisi lebih jelasnya, bisa japri.. (zzztttt).
Setelah suntikan
ke 8, tanpa diduga, 1 ovum di ovarium kanan saya mau gedee,,, 18 mm,, standar
minimal memang…sampe dr.Uki spontan berucap ”Alhamdulillah” sambil agak kaget
lalu meminta bidan mematikan lampu agar layar USG lebih terlihat. Dan kejutan
lagi, taraaa… 1 ovum di kiri ada yang berukuran 17 mm, padahal sebelumnya
dinyatakan tidak respon.
Maasya allah,, mau
nangis di tempat rasanya... alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimusshaalihat.
2 hari berselang, suntik pemecah telur diberikan,, yang bikin kaget,, pada
kemasan suntikan tertulis “Pada proses pembuatannya bersinggungan dengan
babi”. Sempat saya menolak untuk diinjeksi karena saya awam medis dan ga
tau hukum secara syariat. Masa iya, dr.Uki make suntik ginian buat pasiennya?. Padahal,
beliau dan saya sesama muslim, pasiennya pun banyak yang berjilbab, bahkan ada
yang bercadar. Bidannya bilang sih “ga papa Bu, karena di dunia medis bahan dari
babi memang masih digunakan dalam vaksinasi, imunisasi, dst.”
Memilih keluar
ruangan dulu, bertanya pada suami,,diskusi beberapa saat, diminta suami untuk
memantapkan karena bahan dari babi mugkin hanya sebagai katalisator, bukan
komposisinya. Bismillah,, semoga Allah mengampuni kalau ternyata ijtihad
(ijtihad?? Berasa kek ulama deh..palu nih pala) waktu itu adalah hal yang
salah. Disuntikkan oleh bidan jam 8 pagi (bidannya udah dipesenin sama dr.Uki),,
36 jam kemudian IUI/inseminasi dilakukan di RSI Klaten. Ya begitulah.. bagi
saya sakit sih seperti pas HSG,,, alatnya juga kudu ganti sampai 2x, mungkin prosesnya
lebih lama dibanding pasien lain. Lebih detail tentang prosesnya? silakan japri.
Normalnya hasil insem
bisa diketahui 10-15 hari setelah insem, atau bisa disamakan setalah jadwal
mens mundur. Oleh karena jiwa kekepoan akut yang saya miliki, sebelum jadwalnya
pun, saya udah mborong PP test,,wkwk. Mungkin 11 hari setelah insem saya mulai
melakukan tes kehamilan setiap hari, sampai suatu subuh, saya masih juga
mendapatkan 1 garis saja. Ntah bagaimana ceritanya, menginjak hari ke 10, saya
mulai merasa ada yang aneh, menjelang subuh, saya merasakan lapar luar biasa
(sebelumnya juga gampang lapar sih, tapi ga pas subuh juga kaliii..). Ada juga
tanda lain yang mungkin pernah dirasakan bumil di awal-awal kehamilan. Dan hari
ke 11 itu, karena kesal hasilnya cuma 1 garis melulu,, saya buang tuh tespek ke
bak sampah. Hahaa,,mutung. Pak suami udah pulang dari masjid dan saya kepengen
nunjukin hasil yang masih 1 garis. Saya pungut lagi tuh tespek dari tempat
sampah. Masih agak remang-remang karena memang masih subuh, saya kaget
dah…tespek itu berubah jadi 2 garis gaessss…. Saya coba ngucek mata, saya
pelototin karena memang masih samar garis barunya. Saya tunjukin ke suami, saya
kira dia bakal surprise gitu,, ternyata responnya mengecewakan. Dia bilang itu
bukan 2 garis, 1 garis itu hanya bayangan dari area start indikatornya. Ambyar
hati saya waktu itu, selain karena memang minus mata saya udah 5 lebih, harapan
saya seakan-akan patah lagi. Ya Robb… saya ga buang itu PP test, buat
pembanding tes berikutnya. Sampai hari ke 15, Alhamdulillah.. hasil tesnya
jelas bergaris 2.
Saya udah ga
bisa menggambarkan kebahagiaan yang saya alami. Sujud syukur, menangis, takjub,
haru.. semua bercampur. Segera kami kontrol ke dr.Uki, dari hasil USG, belum
terlihat ada sesuatu yang bisa disebut sebagai janin. Dr.Uki bilang, hasil USG
yang belum jelas mungkin dikarenakan masih berproses menjadi janin atau kami
terlalu awal melakukan USG. Sempat diminta untuk tes HCG di laborat agar hasil
lebih akurat, tetapi bisa juga ditunggu beberapa waktu karena tesnya lumayan
mahal…wkwk. Ya udah tau kan pilihan kami,, pasti milih nunggu lah,, lebih hemat..wkwkwk.
Beberapa hari berikutnya.. alhamdulillah jelas terlihat 2 embrio.. yaa.. 2
embrio gaes.. artinya terjadi gemelly atau kehamilan ganda.
Yang masih saya
ingat, waktu ditemukan 2 embrio, dr.Uki tidak tersenyum lebar, beliau malah
terlihat memikirkan sesuatu. Saat dr.Uki bilang “Gemelly Bu”..saya ga begitu
dengar.. saya tanya ke bidan asisten dr.Uki. Mbak, “Gelly apaan ya”? Mbaknya
bilang “Gemelly Bu, kembar”. Dyer..kaget luar biasa…antara percaya ga percaya.
Usut punya usut, ternyata dr.Uki justru mengkhawatirkan kondisi saya. Kenapa
demikian? Yak..dengan beberapa kelainan hormon yang saya miliki, kehamilan ini
akan berisiko lebih tinggi. Mulai dari preeklamsia, kelahiran premature,
kondisi janin, dst. Jadi saat diketahui kembar, saya malah takut gaes,
ketakutannya melebihi kebahagiaan. Sampai hamil 2 bulan, saya masih kontrol di
dr.Uki, tetapi dr.Uki sudah merujuk ke dr.Adrian sp.OG (k) feto untuk
pemeriksaan berikutnya. Beliau menjelaskan bahwa beliau expert di bidang
fertilitas, bukan fetomaternal dan supaya kehamilan saya terkontrol dengan
lebih baik, saya dirujuk ke dokter yang ahli di bidang tumbuh kembang janin
(sp.OG sub spesialis fetomaternal). Yang terdekat dari rumah kami hanya
dr.Adrianes Bachnas, RS Umi Barokah, Boyolali.
Bulan-bulan awal
semua berjalan lancar. Diperoleh hasil bahwa embrio saya dipisahkan oleh
kantung yang berbeda, artinya bukan kembar identik. Sejak saat itu saya selalu
berdoa agar diberi 1 bayi laki-laki dan 1 bayi perempuan, biar lengkap. Sampai
bulan keenam, belum terlihat jenis kelamin, menginjak bulan ke 7 baru jelas
terlihat bahwa Allah mengizinkan terbentuknya 1 janin laki-laki dan 1 janin
perempuan. Maasya allah tabaarakallah.. pokoknya saya bahagia banget, takjub.
Menginjak TM 3, qodarullah, apa yang sebelumnya diprediksi dr.Uki, terjadi pada
saya. Tensi saya mulai naik ke angka 140, protein sudah +3,1 janin saya mulai stagnan BB nya. Masih
dipertahankan oleh dr.Adri karena belum cukup matang untuk dilahirkan. Sampai
akhirnya di minggu ke 32, hasil USG menunjukkan bahwa 1 janin saya sudah
mengalami hambatan menerima asupan dari plasenta, di layar USG terlihat aliran
sudah berwarna biru, sementara 1 janin masih berwarna merah. Artinya kurang
lebih sudah memasuki masa berbahaya bagi janin. Bengkak yang saya alami sudah
di luar kewajaran, tensi terus naik, dan akhirnya pada minggu ke 33 saya harus
melahirkan secara secar. Tensi waktu itu 160 lebih, sebenarnya saya sudah biasa
dengan operasi, hanya saja saya memang bertambah panik karena dr. Adrian secara
gamblang sudah mewanti-wanti jika 1 janin saya tidak bisa ia jamin kondisinya.
Kalaupun memang harus dirujuk, harus ke RS.Moewardi, Solo.
Alhamdulillah bayi
laki-laki lahir dengan BB 1,5 kg dan bayi perempuan lahir dengan BB 2,1 kg.
Hanya saja, benar apa yang diprediksi, 2 minggu lebih dirawat di perinatologi
RS Umi Barokah, bayi laki-laki saya terus menurun kondisinya, semua hasil
laboratorium jelek dan saya terus mencoba memaksa perawat atau dokter anak
untuk merujuknya ke RS lain. Sampai akhirnya dia didiagnosis sindrom kelainan
syaraf ginjal bawaan oleh dr.Ning, sp.A, barulah ia dirujuk ke HCU RS.Moewardi.
Sampai di UGD, saya sempat bertanya sedikit ke dokter jaga, berapa persen
peluang anak saya bisa hidup dengan kondisi yang ia miliki, dia hanya menjawab
”Banyakin doa aja Bu”. Di situ saya merasa sangat sedih, baru berapa kali saya
memegangnya, bahkan saya belum sempat memanggilnya dengan nama yang sudah kami
siapkan.
Saking kalutnya
pikiran, saya salah memberi info mengenai resus darah saya dan itu membuat
dokter jaga memprediksi bahwa perbedaan resus darah saya dan bayi saya yang
menyebabkan hal ini terjadi. Alhamdulillah suami saat itu masih berpikir
jernih, dia meminta tes ulang di PMI Solo agar hasilnya lebih jelas. Dengan
tergopoh-gopoh menahan sakit paska secar, saya harus berjalan kaki dengan cepat
ke PMI Solo karena hasilnya sangat dibutuhkan untuk memandu dokter jaga
mendiagnosa bayi saya. Alhamdulillah resus darah saya dan bayi saya sama, jadi
teori perbedaan resus menyebabkan antibody bayi dimakan oleh antibody saya,, terpatahkan.
Menunggu
berjam-jam, akhirnya bayi saya mendapatkan ruang, sebelum masuk ruang, dia
harus melakukan USG organ dalam. Kami hanya bisa mengantarkan sampai depan
ruang HCU, di ruang tersebut, banyak sekali bayi yang berada di inkubator dengan
berbagai tempelan alat, kabel, dan selang yang ntah apa namanya. Suami saya
menunggu dan bermalam di koridor, berkawan dengan dinginnya lantai bersama
orang tua lain yang bernasib sama. Saya kemana? Tentu saja saya tidak bisa
menunggu bayi laki-laki saya. Alhamdulillah saat bayi laki-laki saya masuk HCU,
bayi perempuan saya dinyatakan sudah bisa dibawa pulang dari RS Umi Barokah,
Boyolali. Jadi, saya di rumah dengan bayi perempuan saya, suami di RS Moewardi
menunggu bayi laki-laki saya. Kadang suami saya juga pulang karena harus
mengontrolkan bayi perempuan kami. Meskipun cenderung stabil, BB yang hanya 2 kg,
bahkan sempat 1,9 kg masih membuat kami was-was. Bayi laki-laki saya di RS
sendirian, hiks, karena memang tidak diizinkan masuk ruang kecuali dokter dan
perawat. 10 atau 11 hari bayi laki-laki saya dirawat di HCU, Alhamdulillah tes
laborat yang buruk diperkirakan bukan karena penyakit tertentu, tetapi karena
organ-organnya belum matang sempurna. Hari ke 11 Ukasyah Alhamdulillah sudah
boleh dibawa pulang.
Ukasyah dan
Hunaifah,, yak,, itu nama mereka. Jauh hari sebelum mereka lahir, saya dan
suami memang sudah berjaga-jaga jika memang takdir Allah bukan seperti yang
kami harapkan. Kami sudah mulai mencari persewaan inkubator untuk bayi prematur.
Alhamdulillah kami menemukan web Yayasan Bayi Prematur Indonesia yang
meminjamkan inkubator standar tanpa biaya sedikitpun. Sekira 3 bulanan kami
meminjam inkubator tersebut, yaitu sampai BB bayi kami berada di angka 2,5 -
3kg. Memang perkembangan BB bayi kami tidak bisa dibandingkan dengan bayi lahir
berBB normal. Ukasyah baru bisa miring di usia 6-7 bulan, itupun saya stimulus,
sengaja saya miringkan, sedangkan Hunaifah cenderung lebih cepat berkembang
dari kakaknya. Ukasyah sudah berdiri di usia 9 bulan dan berjalan di usia 10
bulan. Hal yang membuat saya bahagia karena tidak terlalu jauh perkembangannya
dengan bayi lain.
Usia mereka akan
memasuki tahun ketiga di bulan Juni 2020. Kalau ada yang bertanya bagaimana
perkembangan mereka sekarang,, hmm,, saya mencoba untuk tidak membanding-membandingkan
dengan bayi lahir cukup bulan. BB Uka 11 kg, Una 12 kg, tinggi mereka hampir
sama, sekira 80-an cm. Alhamdulillah ‘ala kulli hal,, mereka belum banyak
mengeluarkan kalimat dengan jelas dan berarti, terutama Uka. Qodarullah wa
masya’a fa’ala, Uka mengalami speech delay, sudah berusaha ikut kelas terapi,
sedang berjalan. Mohon doanya, semoga mereka berkembang sesuai tahapan
perkembangan anak seusianya. Bagi saya ini bukan aib, ini hanya sebagian ujian
kecil dari berbagai nikmat yang Allah berikan, khususnya nikmat atas kehadiran
mereka ke dunia, setelah 7 tahun kami menikah. Alhamdulillah,, semoga mereka
menjadi anak sholih&sholihah, bahagia dunia akhirat, menegakkan syariat, serta
menjadi penghuni surga bersama orang tuanya dan orang-orang sholih. Aamiin..
Tulisan ini
semoga menjadi jejak digital bagi kedua buah hati kami, Athalla Ukasyah Awani (Uka)
dan Athiya Hunaifah Awani (Una). Kalau ada yang bertanya arti nama mereka.. Athalla/athiya,,intinya
hadiah dari Allah. Ukasyah: nama salah seorang sahabat nabi yang dijamin surga
tanpa hisab. Hunaifah: wanita berakidah lurus. Awani: Anaknya Wahyono dan
Nida,, hihi. Keren ya nama marganya.. Awani..wkwk..
Alhamdulillah,, finally…peluang
kehamilan 10-20% (yang kedua kali) ternyata terjadi. Bagi pasutri yang belum
dikaruniai buah hati, jangan pernah patah semangat. Yakinlah bahwa Allah
menetapkan takdir terbaik bagi hambaNya. Memiliki anak tidak bisa menjamin
orang tuanya pasti masuk surga. Tidak memiliki anak bukan berarti membuat
kehidupan berakhir, bukan berarti tidak mulia di sisi Allah. Terus berusaha
semaksimal mungkin, kemudian pasrahkan semuanya kepada Allah. Semoga kita mendapatkan
takdir terbaik di dunia dan akhirat.
NB: Oleh karena
saya awam, mohon maaf dan tolong dikoreksi jika saya keliru dalam menerjemahkan
beberapa istilah medis. Sekian..
Boyolali, Maret
2020
Tulisan ini saya
selesaikan di tengah merebaknya wabah korona di penjuru dunia, tak terkecuali
Indonesia. Semoga Allah segera angkat wabah ini, tidak dikembalikan ke bumi,
dan tidak diganti dengan wabah yang lebih mengerikan. Allahumma aamiiin..
0 Response to "7 Tahun Menanti Buah Hati, Chapter 4"
Post a Comment