Khutbah "Politis" Jumat



Kutbah Politik

Sudah diprediksi memang, menjelang pemilu saat ini, tema-tema khutbah jumat tidak akan jauh-jauh dari urusan politik. Khotib yang bukan background politik saja sering menyinggung tema itu, apalagi khotib yang mmang memiliki afiliasi dengan partai tertentu.
Kurang lebih pokok-pokok pikiran pada khotbah jumat kemarin adalah sebagai berikut:

1.      Kritikan tajam terhadap pendapat yang mengharapkan masyarakat umum unyuk menghindari praktik demokrasi dengan tidak ikut aktif dalam seluruh kegiatan demokrasi terutama pemilu, dengan kata lain menjadi golongan putih.
2.      Dasar-dasar kritikan adalah sebagai berikut, bahwa politik (kekuasaan) adalah bagian dari islam yang sudah ada sejak zaman nabi Muhammad sholollohu ‘alaihi wasalam (Negara Madinah).
3.      Bahwa, keberadaan pemimpin adalah suatu keharusan, bahkan dalam berpergian saja apabila ada 3 orang maka tunjuk salah satu menjadi pemimpin.
4.      Pentingnya keberadaan pemimpin (adanya pemimpin) banyak dijelaskan dalam hadits Nabi dan sejarah umat islam.
5.      Misalnya, dalam fase ketiadaan pemimpin setelah Nabi Muhammad wafat menyebabkan jenazah Nabi tidak segera dikubur, dan hampir-hampir umat islam mengalami perang Saudara.
6.      Dalam hadist dijelaskan bahwa, suatu kaum yang memiliki pemimpin yang buruk itu lebih baik daripada kaum yang tidak memiliki pemimpin.
7.      Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memilih pemimpin yang baik. Dan kritik tajam terhadap pendapat yang memotivasi masyakat untuk menghindari pemilu (gol put).
8.      Tidakan golput, akan menjadikan pemimpin yang terpilih adalah orang-orang yang fasik, bahkan kafir yang mana ini sangat merugikan umat islam.

Kurang lebih itulah isi kutbah jumat kemarin..

Tanggapan:
1.      Bahwa dalam duniat per”FIKH”an, adalah wajar bila terjadi perbedaan pendapat, apalagi dalam masalah FIKH kontemporer yang situasi dan kondisinya sangat berbeda dari jaman dulu.
2.      Lucunya,  dalam beberapa kesempatan, Khotib pernah menyampaikan bahasan terkait cara mensikapi khilafiyah yang mana harus saling menghormati terhadap perbedaan pendapat tersebut.
3.      Namun ternyata, ternyata  manis dimulut, pahit di praktik di lapangan.. (Tahu teorinya, namun praktiknya seakan bertolak belakang).
4.      APalagi, ada slogan “berdiam dalam hal yang diperselisihkan, dan bekerja sama dalam hal yang disepakati”.
5.      Teori menyikapi khilafiyah dan slogan itu seakan hanya TAJAM keluar orang yang tidak sependapat dengannya, dan TUMPUL terhadap diri dan golongannya.
6.      Maksudnya, apabila ada orang yang yang menyudutkan diri dan golongannya, maka dikatakan seperti itu. Namun ketiga menyikapi perbedaan pada orang lain, seakan-akan melupakannya.
7.      Jadi, seharusnya kalau mau konsisen, bahwa masalah menjadi golput maupun harus memilih adalah masalah khilafiyah, yang mana setiap orang harus menghormati pendapat satu dengan yang lainnya.
8.      Bahwa memang benar, bahwa keberadaan pemimpin (Adanya Pemimpin) adalah suatu hal yang harus ada. Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah apakah ketika pemimpin tidak ada, menjadi Wajib Ain untuk seluruh masyarakat dalam memilih dan menentukan pemimpin, atau hanya wajib kifayah saja, hanya orang-orang yang berilmu saja yang memilih pemimpin??
9.      Dalam khutbah tersebut, tidak dijelaskan secara rinci, wajib memilih pemimpin itu, apakah wajib kifayah, atau wajib ain. Yang mana, apabila kita melihat praktik sejarah islam, tidak semua masyarakat dilibatkan dalam memilih pemimpinnya.
10.  Apakah tidak ada cara lain, untuk menyelamatkan Negara dari pemimpin yang fasik atau bahkan kafir selain meramaikan demokrasi? Bukankah, lebih baik dilakukan pembinaan terhadap pemimpin yang sudah ada, agar supaya mereka menjadi pemimpin yang baik, bukan merebut tahta dari tangan2 mereka. Yang mana ketika kekuasaan direbut dari tangan mereka, merekapun akan melakukan perlawanan sengit untuk mempertahankannya.
11.  Bahwa kalolah harus melibatkan diri dalam demokrasi, apakah  tepat dengan membentuk partai baru? Bukankah itu justru akan memecah kaum muslimin, apa tidak lebih baek bergabung saja dengan partai islam yang sudah eksis?
12.  Demikian tanggapan saya terkait khutbah jumat kemarin, yang intinya adalah, marilah kita semua belajar untuk memraktikan teori-teori yang manis ketika disampaikan dan bahwa secara umum tidaklah tepat, apabila kewajiban memilih pemimpin merupakan Fardhu Ain untuk seluruh masyarakat.
 
Semoga bisa menjadi bahan perenungan kita semua.

0 Response to "Khutbah "Politis" Jumat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel